Social Profiles

Pages

Saturday 30 May 2015

Din Minimi Tolak Saat Diajak Eksekusi Dua TNI


UNTUK kesekian kalinya, Serambi berhasil menghubungi Nurdin bin Ismail alias Din Minimi pada Kamis (28/5) sore via handphone. Mantan kombatan GAM itu mengaku sehat bugar pascakontak tembak yang terjadi di Tangse, Pidie, Selasa (26/5) pagi.
Namun diakuinya, akibat kontak senjata itu empat anggotanya kembali terkena tembakan, tapi semuanya masih tetap hidup dan bugar. Dalam wawancara terbaru ini, Din Minimi lebih terbuka mengungkapkan setting kejadian ketika dua anggota TNI diculik dan akhirnya dibunuh di Nisam Antara, Aceh Utara, 23 Maret lalu. Berikut, kutipan wawancara Serambi dengan ayah tiga anak ini.
Apakah Anda menyaksikan saat dua anggota Kodim Aceh Utara dieksekusi pada 24 Maret lalu?
Tidak lihat, tapi saya ada di dalam kawasan itu waktu itu.
Apakah Ayah Mud ada melihat saat kedua TNI itu dieksekusi?
Ayah Mud juga tidak ada melihat karena saat itu Ayah Mud ‘diambil’ anggota saya. Abu Radak yang justru memerintahkan anggotanya untuk mengeksekusi TNI waktu itu. Tapi siapa anggota yang mengeksekusi saya tidak tahu, karena saya tidak ada di lokasi saat itu. Kalau saya tahu, pasti saya cegah.
Waktu TNI dieksekusi apakah Anda ada diajak?
Ada, kalau nggak mana mungkin saya tahu.
Waktu diajak, apa tanggapan Anda?
Saya bilang, TNI/Polri itu tidak ada urusan dengan kita. Kita berurusan sekarang dengan Gubernur, Wakil Gubernur, dan DPR Aceh, bupati, wakil bupati, juga DPR kabupaten. Tapi Abu Radak bilang, ‘Kita tembak saja TNI itu. Setelah diculik, untuk apa kita bawa-bawa, nanti mereka tahu tempat tinggal kita.’ Begitu kejadiannya. Tapi saya memang nggak membolehkan tembak TNI waktu itu dan saya tak sependapat dengan aksi penembakan itu.
Siapa nama asli Abu Radak?
Saya kurang kenal sama dia, karena baru kenal beberapa waktu lalu. Tapi nama sandinya, Abu Radak Pindad Matang Kubu. Dia tinggal di Lhokseudu.
Dia ditangkap polisi di luar atau saat dalam LP?
Di luar LP. Ditangkapnya di Lhokseumawe.
Kapan?
Setelah insiden eksekusi TNI waktu itu.
Pascakontak tembak di Tangse, Pidie, apakah Anda sehat?
Insya Allah sehat. Tapi anggota saya kurang sehat, empat orang anggota saya terkena tembakan.
Di bagian mana mereka tertembak?
Ada yang kena di betis, tangan, dan di dada samping. TNI/Polri memberondong kami pakai senjata minimi sekitar pukul 9 pagi saat kami baru selesai sarapan. Mereka berondong dari depan dan belakang.
Berapa meter jaraknya?
Sekitar 30 meter.
Apakah Anda balas?
Masa saat mereka tembak, tidak kita balas? Ya, kami balaslah. Kalau nggak, untuk apa juga kita pegang senjata?
Berapa senjata kelompok Anda yang disita?
SS 1 satu pucuk, AK 47 satu pucuk, GLM satu pucuk, dan sebuah granat. Termasuk peluru AK di rompi saya 500 butir lebih dan peluru SS 1 lebih kurang 1.000 butir.
Selain senpi, apa lagi?
Ada duit di kantong rompi saya itu.
Oh ya? Berapa?
Sebanyak 35 juta rupiah. Ada lagi buku tabungan BRI. Isinya lebih kurang 20 juta rupiah.
Dari mana Anda peroleh duit itu?
Dikasih kawan-kawan. Saya bukan perampok, saya menuntut keadilan untuk masyarakat Aceh, mantan kombatan GAM, fakir miskin, anak yatim, dan janda korban konflik. Duit itu baru dua hari sama saya. Rencananya mau saya berikan untuk keempat keluarga almarhum anggota saya yang meninggal. Masing-masing Rp 10 juta. Ya sekadar untuk membeli lembu pada hari kenduri seunujoh mereka nanti.
Sebelumnya Anda pernah kasih-kasih uang?
Pada hari mereka meninggal, ada juga saya titip duit untuk masing-masing keluarga almarhum 1 juta, untuk membeli kain kafan dan keperluan lainnya. Tapi apa boleh buat, duit saya yang 35 juta itu sudah diambil mereka (aparat yang menyergap -red).
Di mana posisi Anda sekarang?
Di dalam wilayah Provinsi Aceh. Tapi posisinya jangan tanya. Yang penting, saya di Aceh karena saya berjuang demi masyarakat Aceh, bukan untuk luar Aceh.
Berapa orang sebetulnya anggota Anda?
Anggota saya, di seluruh Aceh ada. Di mana saya tinggal, di situ ada anggota saya.
Apakah Anda akan tetap bertahan di Aceh di tengah gempuran yang kian gencar?
Tetap bertahan di Aceh, karena saya dan kelompok saya berjuang untuk masyarakat Aceh.
Danrem Lilawangsa menyebutkan ada berkomunikasi dengan Anda melalui seorang aktivis LSM. Benarkah?
Iya ada, saya selalu ada komunikasi dengan Danrem, makanya Pemerintah Aceh jangan lempar batu sembunyi tangan. Saya dengan Danrem, Dandim ada berhubungan, maka saya ingatkan Pemerintah Aceh kabulkan tuntutan saya.
Danrem mengajak Anda kembali menjalani hidup normal, apa tanggapan Anda?
Kalau memang sudah direalisasikan permintaan saya, maka saya akan menyerah. Senjata akan saya kembalikan dan anggota saya akan saya tunjukkan di mana berada.
Apa syaratnya Anda baru mau menyerah?
Kalau belum ada penyelesaian terkait permintaan saya, apa artinya perjuangan saya ini? Anggota dan kawan saya telah meninggal tertembak, padahal kami dengan TNI/Polri tak ada urusan, tak ada sangkut paut. Kami saat ini meminta gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, DPR Aceh, dan DPR kabupaten/kota tolong selesaikan hak masyarakat Aceh sesuai tuntutan saya, yaitu hak mantan kombatan GAM, fakir miskin, yatim, dan janda korban konflik.
Berarti Anda tetap akan angkat senjata?
Saya tetap bertahan, kalau Pemerintah Aceh belum selesaikan permintaan saya ini, maka saya tetap bertahan. Kalau ingin mencari saya, carilah sekarang. Kalau memang saya sudah tidak ada lagi suatu saat nanti, maka pada saat itulah habis ceritanya. Tapi insya Allah, sampai saat ini Allah masih menyelamatkan dan melindungi saya. Meskipun TNI/Polri terus memburu saya, tapi jika belum ada kehendak dari Yang Mahakuasa, insya Allah saya masih tetap selamat. 

0 komentar:

Post a Comment